Wednesday, 10 March 2021

 Cerpen

 “NOODWEER”

Di zaman Pandemi terdapat terror yang aneh, Riris dan keluarga memang berhenti dari hobinya jalan-jalan keluar daerah, namun alasan survey rumah tinggal yang baru untuk masa pensiun ayah dan ibunya nanti menjadi alasan utama untuk pergi dan sesuai rencana dari jauh-jauh hari sebelum masa pandemic hadir telah di janjikan pada mantan RW kampung halaman ibunya Riris.

Sebelum brangkat ke kampung halaman, Riris menjemput adiknya dari sekolah dasar tidak jauh dari rumahnya. Dikala adik nya Ahmad sepulang sekolah mendapati mainanan baru yg sedikit rusak dan berusaha membetulkan mainan baru saja ia beli dan sedang murung karena Riris juga mengingatkan adiknya bergegas ke parkiran untuk tepat waktu agar tidak terlambat saling menunggu untuk segera pergi ke kampung halaman meski masih di satu provinsi yang sama.

Tiba-tiba Sontak ruang kelas dan sekolahan yang mulai sepi terdengar gema para murid dan orang tua wali yang teriak keras dan mendadak kisruh pantulan suara dari depan gerbang  sekolah, Riris terjaga berusaha santai walau kaget sejenak dan menenangkan adik nya, ia melihat hal yang tak terduga. Sekelompok orang berseragam hitam menyerang murid dan wali murid menggunakan benda kecil yang berbentuk seperti snack makanan hewan, di sebarkan mengenai sekumpulan murid dan wali murid yang sedang ramai pulang dari Luring di sekitar pintu gerbang sekolah, parahnya senjata tersebut jika mengenai manusia maka seperti meleh bahkan hangus seketika tak berbentuk dan tidak mencair berikut apa yang mereka kenakan.

Riris dan adiknya mengintip di sela bangunan sambil berfikir mencari jalan keluar agar tidak ter lihat sekelompok terror tersebut sedangkan satu sekolah tersebut sudah tersebar anggota terror untuk siap menyerbu orang yang ada di lingkungan sekolah. Riris memberanikan diri kabur perlahan dengan adiknya melalui pintu darurat jarang di buka pada sekolah tersebut melalui perlahan lewat samping sekolah, meski upaya pelarian Riris dan adiknya sempat terlihat oleh salah satu dari anggota penyerangan itu dan memberikan ia senyuman kecut terlihat dari sudut pandang mata si penyerang.

Sesampainya Riris dan adik di parkiran dan masuk ke dalam mobil dengan buru-buru iya memerintahkan kepada kakanya yang telah cukup lama menunggu dengan ayah nya untuk segera  saja pergi dari lingkungan tersebut, namun kakak Riris tetap bingung dan lanjut mengikuti perintah Riris dan segera menjemput Ibunya yg sedang membeli makanan untuk bekal di jalan nanti tak jauh dari jarak lingkungan sekitar. Dan ia berjanji di jalan saja untuk menceritakan hal itu.

Di jalan Riris dan adiknya bercerita tetang kejadian di lingkungan sekolah, dan ibunya terlihat panic, namun ayah Riris sedikit tidak percaya dan kakak Riris sedikit hawatir bahkan ingin putar balik saja melihat kondisi jalan mendadak macet dan mengintip di ujung tikungan ternyata ada hal yg serupa terjadi seperti diceritan oleh Riris dan Adiknya, namun karena Sudah janji dengan pengurus agen property dan mantan Rw kampung halaman, keputusan ayah tetap berjalan untuk lanjut berangkat ke Kampung halaman.

Sesampainya Tiga kilo meter menuju titik kampung halaman, kakak Riris berinisiatif untuk mengecek ban mobil persiapan untuk jalan di medan yg cukup memerlukan kondisi ban yang baik, dan bersamaan untuk mengecek rem dan air radiator sambil meluruskan badan sejenak di bengkel, sementara Riris, adik dan ibu bergegas mencari alat mandi untuk menginap nanti dirasa lupa untuk membawa sabun dan shampoo juga berniat membeli nya segera berinisitif jalan terlebih dahulu masuk ke kampung halaman yang di tuju sambil mencari warung terdekat dengan titik tujuan keluarga Riris untuk menemui janji survey pembelian rumah.

Kami bersyukur tak jauh dari gapura kampung halaman kami menemui warung yang lenkap dan sedikit ramai walau di sudut kampung seperti kampung yang sepi dan di tinggal penghuninya, kami sedikit berbincang pada pemiklik warung yang kebetulan sudah lama 10 tahun kami tak jumpa dengan Ibu Erot, singkat cerita kami mengobrol dan ibu Riris ingin sekali menengok Bpk dari Bu Erot yang sedang sakit keras beliau ingin bertemu dan kebetuan rindu dengan penduduk sekitar dulu pernah pengajian bersama ketika kami masih tinggal di desa tersebut semasa  beliau sebagai ustad dan sesepuh juga membimbing banyak anak-anak mengaji di kampung tersebut.

Namun Bu Erot mengatakan bahwa ayah nya tidak dirawat di rumah nya melainkan di kampung sebelah di mana tepatnya pada Rumah orang tua beliau. Karena Bu Erot sedang sibuk, kami di izinkan untuk berkunjung terlebih dahulu kerumah orang tua Bu Erot tersebut. Tak jauh dari warung, Riris tidak enak hati dan mengatakan pada ibu untuk tidak menengok karena masih masa pandemic dan mengejar waktu yang hampir sore untuk tepat janji pada pak Rw nanti, namun Ibu Riris tetap ingin menengok karena berfikir hanya sebentar saja. Terjadi debat logika dan berbagai mitos saat itu tidak boleh menengok selepas magrib anatara ibu dan Riris, dan akhirnya Riris dari ibunya mengalah meski adik Riris masih terlihat murung karena tak ingin ikut lanjut menengok Pak Hj Jumed ayahnya Bu Erot.

Tak lama dari Riris Adik dan Ibunya mendapati keramaian dan antrean untuk menuju perbatasan jalan kampung agar di cek suhu tubuh dan antre di wajibkan mengambil dokumen siap lapor bagi semua warga setempat, di sisi lain ada pula seperti sekelompok peneliti dari luar daerah ikut meng-antre dan seperti daftar tunggu menunggu untuk sesuatu, Riris sedikit heran dan tak asing lagi, rupanya diantara beberpa kelompok peneliti tersebut ada yang dikenal oleh Riris akhirnya mereka mengobol ia ingin meneliti dan masuk daerah isolasi daerah murni dan semacam tempat mengungsi dari daerah yang belum pernah terdampak pandemic, Ibu Riris semakin yakin bahwa sikap meng antre itu tidak salah.

          Riris masih berfikir ulang, tak hanya curiga bahkan tempat yang disediakan seperti tempat penjara, dan mengapa orang begitu ramai meski mengindahkan protocol kesehatan tetapi tempat di sediakan ini seperti tak layak untuk di tinggali, dan begitu antrean mendekati gerbang pintu masuk tempat tersebut, Riris menanyakan ulang kembali walaupun di depan petugas yang sedang berjaga kepada temannya mengenai tempat ini seperti penjara dan sambil berguyon temannya ini mengatakan iya ini adalah miniature penjara, dan Riris menanyakan dengan guyon kembali, kenapa mereka siap di penjara?, mereka tertawa dan pintu masuk segera di buka Riris terseret masuk pada tempat tersebut dan terpisah antrean dengan adik dan Ibunya.

          Dilain waktu yang bersamaan Mantan Tunangan Riris turut sedih mendengar bahwa Riris dan keluarga tak ada kabarsetelah kejadian yang menimpa di daerah sekitar sekolahan adiknya namun ia berusaha untuk mencari tahu keberadaan Riris dalam situasi kampung yang sedang mencekam terror yang aneh.

 Pada saat itu ia mengantarkan hasil panen ke pasar sekitar kampung untuk mensuplai sayuran ia Evan tak sengaja  bertemu dan berbincang dengan dengan Arafi yang menyamar sebagai asisten agen penjualan sayur dalam pasar setempat.

Arafi berbincang empat mata di balik toko-toko dan bangunan pasar, ia mengatakan bahwa terror tersebut peringatan agar ia mendapat kembali hati Riris, dalam keadaan sama-sama sakit hati tentang pengungkapan dendam pribadi masing-masing, Arafi mengajak untuk bersekongkol untuk membalaskan dendam nya dan bekerjasama dalam bisnis bersama untuk daerah kampung sekitar juga masalah pembebasan lahan dengan proyek pemerintah.

Namun Evan tak tega walaupun ia pernah mempunyai rasa kepada Riris dia tidak ingin memperkacau suasana pada saat itu dan menolak tawaran Arafi mentah-mentah, sontak Arafi tak terima dan terjadi keributan antara bodyguard Arafi melawan masyarakat pasar yg saat itu sedang sibuk bertransaksi jual-beli.

Pertengkaran usai namun Evan dan warga masyarakat pasar kalah oleh pasukan bodyguard Arafi, dan Arafi mengatakan kepada Evan agar tepat waktu untuk datang menemui nya di pabrik kecap kampung minggu lusa nanti perihal bisnis dan ancaman Riris beserta keluarganya.

          Sementara itu pada tempat kejadian banyak nya orang-orang yang sedang berkumpul seperti tersandra, Riris melihatTanpa kata Petugas mengarahkan berbaris bersaf, tanpa keberatan pun Riris ingin bertanya iya akan bagaimana setelah ini, namun tak di jawab bahkan seperti pelatihan militer saja semua di bentak untuk segera rapih berbaris, kadang Riris menyesal mengikuti keinginan orang tua yang masih percaya mutlak tentang mitos dan berujung mengapa feeling dan logika kenyataan Riris menjawab lain dalam kata tidak enak hati selalu mengalahkan apa kondisi seharusnya benar tak memperburuk prasangka hingga dia merasa menyesal membuang waktu sampai di gedung ini.

          Seperti di Sandra secara masal, ketika ada yang bertanya dengan beberapa pertanyaan mereka di tembak dengan senapan yang berpeluru seperti apa yang Riris lihat di lingkungan sekolah adiknya yang ber efek pada korban meleh dan mencair hangus menghilang seketika tapi tidak sepenuhnya habis jejaknya seperti pakaian dan benda lain selain kulit dan bagian tubuh terkontaminasi efek dari senjata tersebut.

          Riris cemas namun yang ada di benak Riris berdoa untuk keselamatan Ibu dan adik agar tidak mengalami hal yg sama juga ayah dan kakaknya supaya selamat dan menyelematkannya. Di sela jendela Riris melihat antrean sesudah dia memasuki gedung ternyata sudah makin sedikit namun tidak ada terlihat Ibu dan adiknya dari sorot pandang mata Riris yang kebetulan ia paling belakang barisan dan agak sulit terjangkau dari petugas dapat memantau keadaan luar.

          Suara dari beberapa temabakkan semakin penedek temponya, dan petugas segera menutup tirai jenedela menjadi setengah gelap dan remang-remang cahaya yang tembus kedalam ruangan, satu persatu barisan memasuki ruangan berikutnya, walapun anggota mereka sedikit karena sebagian sudah tumbang efek dari senjata yang aneh itu.

          Riris berada di kelompok terakhir, namun semakin rishi dan berputar otak bagaimana caranya selamat dari belenggu petugas yang aneh itu, di sislain para temannya grup penelitian itu ada yang membalas godaan petugas dari beberapa lelaki hidung belang dengan murahnya mereka menyerahkan diri. Riris makin panic, di sisi lain ia mengendap-ngendap bergeser pada tempat yang sangat minim cahaya dekat dengan seperti rak-rak buku berjejer memenuhi setengah ruangan itu tetap terus memantasakan arah kemana dia agar segera kabur ke ruangnan selanjutnya tanpa mengikuti cara temannya. Kecurigaan petugas semakin meradang, Riris pun sempat hampir di sekap dari hadangan petugas yg mengetahui gerak gerik bergeser dari barisannya.

          Dari beberapa orang pada barisannya kisruh berdebat dengan petugas dan mencoba kabur dan ia pun mengikuti hal serupa, Riris berhasil lolos dari pintu baja yang segera tertutup sambil melihat kebelakang melihat temannya yang tergoda melepaskan pakaian nya melakukan hubungan dan selurunya di tembak habis dan menghilang tanpa jejak. Dari upaya mengintipnya Riris tersebut berusaha untuk tidak menjerit karena tak tega juga berusaha untuk menyelamatkan diri.

          Pada Ruang berikutnya, Riris merasa aneh nampanya semua seperti damai-damai saja tak lupa ia pun saling berkenalan dan menanyakan tentang kegaiatan masing-masing orang yang berada di kelompok yang ia dekati.

          Namun kecurigaan Riris semakin terjaga ia mendapati cctv saat memegang trails ruangan sadar bahwa apa yang ia lakukan tak boleh terus terang dan selalu di pantau ia pun semakin menjaga diri dari segala hal lain yang menurutnya semakin bertambah bingung.

          Keesokan harinya, Semua orang di kumpulkan pada subuh menjelang pagi, eleminasi setiap orang dan di pindahkan masing-masing pada lain gedung, namun  Riris masih berfikir bagaimana caranya pergi dari area ini.

Adik Riris mengintip di fentilasi, Adik Riris menemukan otak dari pelaku yang di kenal warga sebelumnyaa, mengintip apa penangkal dari senjata itu dan berdiam di fentilasi selama beberapa hari, dilain kesempatan dia mengirim catatan kecil untuk menyelamatkan Riris keluar dari tempat itu berikut kondisi dan waktu yang telah dia tulis sebagaimana jadwal yang terdapat pada otak pelaku dalam rencana buruk nya yang telah dia salin dalam hp nya.

          Petunjuk pertama gagal yang ia sampaikan kepada Riris mendapati jatuh kertas tersebut menggelinding dan keluar dari tas Riris dalam pemeriksaan tas masing-masing orang untuk pengambilan yang dicurigai benda tajam dalam tas masing-masing orang, namun petunjuk kedua hampir gagal setelah di curigai bahwa ada suara getaran hp di atas fentilasi langit-langit gedung yang Adik Riris miliki.

          Hari selanjutnya Seperti biasa subuh menjelang pagi, eleminasi kembali terjadi, kali ini hampir habis semangat kareana lelah, dan saat ingin mengambil sesuatu di tasnya ia mendapati surat kecil membentuk gumpalan dan tak asing ia dengan gaya tulisannya yang Riris kenal, ternyata itu petunjuk dari adiknya, namun ia merasa cemas dan hawatir akan keselamatan adiknya, dan dengan hati terjaga ia mengikuti anjuran sambil menghafal kondisi dan pukul berapa ia harus melakukan sesuatu agar kode maksud surat tepat pada rencana upaya keluar dari permasalahan ini.

          Disudut gedung lain saat seluruh orang-orang tertata baris rapih di lapangan, ia melihat orang yang tak asing lagi ciri-ciri nya dan di sebut sebagai otak dari seluruh komplotan ini, walaupun sepintas namun ada hal aneh sedikit terlintas tak terduga dan mencoba menutupi hal itu dengan hanya mungkin salah paham saja melihat orang yang serupa yang dia kenal sebelumnya.

          Yang pandai dalam permaianan khas kampung dia selamat memecahkan teka tekinya, sedangkan adik Riris paham dengan kode dimana ia pernah bermain bersama otak pelaku komplotan saat di rumah  Riris ketika Adik masih sangat kecil, dan ia tau persis kode yang khas dalam memainkan permainan-permainan itu.

Penyekapan berakhir, semua di selamatkan oleh anggota polisi dan TNI atas laporan banyak warga dan salah satunya bukti rekaman percakapan pengaduan evan meyakinkan polisi untuk segera menyelesaikan kasus ini, melalui penyergapan secara tiba-tiba, Riris di selamatkan oleh Adiknya dan seluruh sisa orang-orang yang di Sandra segera di lindungi oleh polisi dan TNI, Anehnya Riris tak menyangka bahwa otak komplotan yang kejam melaukan semua hal ini adalah orang yang pernah ia kenal sebelumnya.

Otak komplotan memngakui kecewa pembullyan keluarganya dan ia merasa sangat hina ketika di olok sebagai anak nakal yang tidak bisa menjadi anak yang baik saat membela adiknya dan ikut tertuduh  kasus pemalsuan tandatangan daftar hadir keterterlambatan masuk sekolah padahal tak setiap harinya adiknya terlambat karena adiknya sedikit stress dan depresi masalah keluarga namun ia sengaja tak tepat waktu masuk sekolah hanya ingin membereska beberapa barang-barang rumah yg berserakan untuk tidak melukai ibu dan adiknya ketika menginjak bekas pecahan kaca dan barang-barang rusak di rumah juga tanda-tanda kiriman gaib teror yang meresahkan keluarganya berupa benda tajam darah kotoran hewan setelah beberapa kali melihat pertengkaran keluarga masalah hak waris keluarga. Serta pelaku kecewa kepada beberapa temannya semasa ia sekolah dan cinta nya merasa di tolak oleh Riris, di sisi lain otak  dari komplotan si pelakupun ini pun  sekaligus menderita kelainan psikis yaitu Glossophobia seperti  social phobia atau social anxienty disorder kekurangannya saat ia memaksa untuk mengungkapkan sesuatu rasa nya pada Riris dalam persiapan Rapat evaluasi pensi di depan umum acara gelar seni pada masa SMP dahulu dan terjadi pembullyan saat ia gagal untuk mengungkapkan hal itu.

Di pengadilan, terungkap alasan permintaan maaf tersebut, namun ketika sidang berlangsung warga kampung mengamuk merasa kecewa kehilangan anak sematawayangnya yang telah di bunuh pelaku dalam daftar nama korban pembunuhan yang telah di bunuh pelaku di bacakan oleh petugas pengadilan saat menjelang  putusan akhir akan di tetapkan dan keluarga korban  menusuk kedua mata pelaku menggunakan alat makan yang ia sengaja simpan dalam parcel makanan untuk pelaku namun terkena satu mata nya pelaku dan, di lerai oleh petugas pengadilan.

Saat pelaku segera di berangkatkan ke rutan, tiba- tiba ia menitipkan dua buah kertas pada seseorang berpenampilan tertutup dan tak pernah mengatakan sepatah kata ketika menonton di acara persidangan tersebut, tulisan dalam kertas tersebut yaitu pelaku bermaksud untuk tak meninggalkan semua jejak apa yang sudah ia lakukan. Orang tersebut adalah saudara kembar nya, yang di rumor gossip kan pada kampung tersebut telah meninggal menjadi tumbal keluarga…

Selesai…..